Gerakan Renaisan Islam
(Menggagas Kebangkitan Kembali Peradaban Islam)
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sebuah bangsa
Sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri.
QS Al-Ra’d : 11
Konsep Gerakan Perubahan Sosial Dalam Tradisi Islam
Selama ini masih banyak orang yang ragu atas kemampuan Islam dalam mengantisipasi keadaan dunia modern. Umumnya pertanyaan yang dilontarkan apakah Islam yang diturunkan 15 abad silam di tengah padang pasir Arabia kepada masyarakat pra-feodal, masih mampu memberikan solusi kepada dunia modern yang penuh dengan krisis dan dilemma. Apakah ajaran Islam masih relevan dengan dunia yang tengah mengalami lonjokan-lonjakan dahsyat pengetahuan dan teknologi, yang pada akhirnya mempertanyakan apakah Islam mampu membentuk sebuah tatanan dalam tatanan dominan yang bersumber dari peradaban Barat yang telah mengglobal. Karena pada kenyataannya, sejak beberapa abad lalu dunia Islam telah mengalami penjajahan-penjajahan yang mengakibatkan hilangnya tradisi masyarakat Islam yang telah dibangun bertahun-tahun, bahkan lebih jauh telah merubah tatanan masyarakat dan sistemnya menjadi pola masyarakat Barat yang dengan setia menerapkan produk pengetahuan dan teknologi Barat.
Sejauh ini para cendekiawan muslim terkemukapun masih berbeda pendapat tentang kedudukan ajaran Islam di tengah derasnya modernisasi, yang akibatnya telah membingungkan atau lebih jauh mematahkan semangat masyarakat awamnya dan mengantarkan mereka pada krisis dan dilemma yang menambah keterbelakangan dan kebodohan mereka. Di satu sisi ada yang menyerukan modernisasi tanpa batas, yang menerima apapun yang disodorkan Barat dengan alasan sederhana, jika mau maju seperti Barat, maka kaum muslimin harus seperti Barat sebagaimana yang di anut Mustafa Kemal Attaturk yang telah mengantarkan masyrakat Islam Turki menjadi masyarakat muslim yang sekuler. Di sisi lain ada sekelompok yang mempertahankan apa adanya ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah yang membuat mereka secara otomatis bertentangan dengan dunia modern, bahkan sekaligus menutup diri dengan alasan terlalu banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh modernisasi yang diserukan Barat. Diantara kedua kutub ektrim ini terdapat sekelompok cendekiawan yang mencari jalan tengah, bagaimana dapat menerima pengetahuan dan peradaban Barat dengan sempurna tanpa harus mengorbankan tradisi dan keyakinan kaum muslimin. Kelompok
1
terakhir dengan giatnya telah mencari pertautan antara Islam dengan peradaban modern yang
dikembangkan Barat yang sebagiannya memang berakar pada peradaban Islam.
Penelitian-penelitian cendekiwan ini telah mendorong pertautan pengetahuan modern dengan Islam, yang pada tahapan selanjutnya diharapankan melahirkan sebuah peradaban baru Islam yang berdasarkan kemajuan peradaban modern dan keunggulan ajaran Islam. Pertautan ini telah melahirkan berbagai cabang pengetahuan baru, terutama dalam pengetahuan sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Teori-teori sosial modern dikembangkan dan dikorelasikan sedemikian rupa dengan tradisi Islam oleh para cendekiawan muda muslim yang memahami akar peradaban Islam maupun Barat, dan melahirkan sebuah teori-teori baru, yang oleh Prof. Syed Naquib Alattas disebut dengan De-Westernization of Knowledge atau yang dipopulerkan Prof. Ismail Faruqi dengan Islamization of Knowledge. Banyak diantara para cendekiawan muslim yang telah berhasil merumuskan teori-teori pengetahuan Islam berdasarkan kaedah tadi seperti yang dilakukan salah seorang cendekiawan muslim terkemuka seperti Aly Shari’aty dari Iran misalnya. Dengan pengetahuannya yang mendalam tentang ajaran Islam dan pengetahuan Barat yang diperolehnya di Prancis, khususnya dalam bidang sosiologi, Shari’aty telah membangun fondasi sosiologi Islam yang bertujuan membentuk sebuah tatanan masyarakat muslim dengan metode perubahan sosialnya. Dalam perjalanannya, Shari’aty menemukan pertautan antara konsep perubahan sosial yang dikembangkan Barat dengan konsep yang dikemukakan Islam, diantaranya adalah konsep revolusi yang menjadi bagian dari perubahan sosial yang paling populer di Barat. Dengan pengetahuannya, Shari’aty telah berhasil mengembangkan konsep perubahan sosial menurut ajaran Islam, bahkan dengan pendekatan melalui tradisi Syi'ah masyarakatnya, Shari’aty telah membangun sebuah model baru perubahan yang lahir dari metodelogi pengetahuan Barat yang berintegrasi dengan ajaran Islam dan tradisi masyarakatnya.
Sebelumnya pada awal kurun 20an, telah tampil para penggagas gerakan Islam yang berpengaruh dan terus mengembangkan gerakannya sampai saat ini. Bahkan gerakan-gerakan Islam yang progresif dan dinamis ini telah menjadi benteng kaum muslimin dalam menghadapi gempuran-gempuran dahsyat Sekulerisasi yang sebarkan penjajah Barat untuk menghilangkan eksistensi Islam di muka bumi. Namun keikhlasan dan keberanian para pemimpin gerakan telah membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menolak kolonialisme dan imprialisme dalam segala bentuknya, walaupun ahirnya mereka menjadi martir atas perjuangan sucinya. Dan tidak diragukan bahwa mereka telah berhasil mengembangkan sebuah konsep perubahan sosial yang terorganisir sehingga mampu bertahan menjadi penggerak perubahan pada masyarakat Islam dan berkembang sampai saat ini, minimal menjadi sumber inspirasi atas gerakan-gerakan yang
2
lahir kemudian. Di antaranya adalah Hasan Al-Banna yang telah mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Abul A'la Al-Maududi yang mendirikan Jama'at Islami, Ulama-lama di anak benua India yang mendiriakan Jama'ah Tabligh, Syekh Nabhani dari Palestina yang memproklamasikan gerakan Hizbut Tahrir dan gerakan-gerakan Islam yang lahir sesudahnya.
Di antara gerakan Islam kontemporer, yang dianggap mampu bertahan menghadapi tantangan dan rintangan serta berhasil mengembangkan gerakan dan pemikirannya sampai saat ini, termasuk di Asia Tenggara, adalah Ikhwanul Muslimin yang didirikan pada tahun 1924. Keberhasilan Ikhwanul Muslimin mengembangkan gerakan dan pengaruhnya tidak lain karena keberhasilannya mengembangkan kader-kader yang mampu menafsirkan, menjabarkan bahkan mengembangkan ide-ide cemerlang para pendirinya. Demikian pula keberhasilan ini didukung oleh kemampuan para pemimpin ikhwan untuk menggunakan potensi yang ada dalam mengembangkan gerakannya, terutama memanfaatkan institusi pendidikan Islam tertua di Mesir, Universitas Al-Azhar, tempat belajarnya calon-calon cendekiawan muslim dari seluruh dunia. Kematangan masyarakat Mesir dalam mencerna perubahan sosial yang digerakkan oleh para pemimpin Ikhwan telah mendorong perkembangan pemikiran ataupun gerakan yang dicanangkan Al-Banna. Para kader yang terdiri dari intelektual dan ulama yang istiqomah dan berdedikasi tinggi dalam mendidik dan memimpin masyarakat telah menjadikan gerakan Ikhwan tersebar ke seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, gerakan Ikhwan yang mulai berkembang pesat di awal kurun 70an yang dikenal dengan gerakan Tarbiah, kini telah melahirkan sebuah partai yang berbasiskan pada dakwah dan kader, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang digerakkan oleh aktivis-aktivis muda dan memiliki lebih 50 wakil di DPR, serta berhasil menempatkan salah seorang kadernya, Dr. M. Hidayat Nur Wahid, sebagai Ketua MPR. Sebagaimana cita-cita agung Syekh Al-Banna, diharapkan gerakan-gerakan serupa menjadi motor dalam perubahan sosial masyarakat Indonesia menuju sebuah tatanan yang adil makmur dibawah naungan keridhoan Allah SWT.
Pada hakikatnya, konsep perubahan sosial dalam Islam, walaupun dengan namanya yang berbeda adalah bagian daripada ajaran Islam dalam menegakkan agama. Hal ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran Islam yang menyerukanjihad dan amar ma’ruf nahi mungkar kepada para penyimpang dan penindas. Bahkan perjuangan suci Rasulullah dan para shahabatnya dalam menegakkan eksistensi Islam adalah sebuah gerakan perubahan yang telah merombak wajah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang tegak atas dasar persamaan, persaudaraan, kebebasan dan keadilan yang menjadi dambaan umat manusia. Demikian pula al- Qur’an telah menceritakan dengan memikat bagaimana perjuangan para nabi agung seperti Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan lainnya dalam membangun masyarakat baru yang
3
berlandaskan pada ajaran-ajaran suci, yang tidak disangsikan jika diterjemahkan dalam konteknya dapat dikategorikan sebagai gerakan perubahan dan pembebasan kaum tertindas dari para penindasnya seperti di Barat yang mereka kenal dengan reformasi, revolusi dan sejenisnya.
Dalam dunia modern, istilah perubahan sosial Islam (Islamic Social Chance) seperti revolusi Islam misalnya mulai populer dan mendapat perhatian dunia setelah tercetusnya revolusi yang membawa bendera Islam di Iran dibawah pimpinan Khomaeny yang menggulingkan kekuasaan Shah Reza Pahlevy di tahun 1979. Perjuangan panjang masyarakat muslim Iran yang digerakkan para ulama dan cendekiawan yang telah berhasil memformulasikan tradisi pengorbanan dan perjuangan Imam Husien dan metode perubahan sosial modern dalam membangun tatanan baru dan meruntuhkan tatanan lama yang menindas telah membangkitkan kesadaran dan semangat rakyat Iran untuk memberontak dan memperjuangkan kebebasan mereka. Perjuangan panjang yang tak kenal lelah dari generasi ke generasi telah melahirkan sebuah perubahan radikal yang mengguncang peradaban Barat yang tidak pernah menyangka bahwa Islam memiliki daya gerak terhadap perubahan masyarakat sebagaimana difahaminya. Revolusi Islam Iran telah memberikan pelajaran penting kepada peradaban Barat bahwa Islam adalah agama yang dapat menggerakkan kesadaran kolektif masyarakat tertindas dan sekaligus memberikan inspirasi kepada kaum muslimin bahwa Islam dapat menjawab tantangan dunia modern.
Namun demikian konsep perubahan sosial dalam Islam tidak dapat diidentikkan dengan berbagai gerakan perubahan di Barat, seperti revolusi-revolusi yang telah terjadi di dunia Barat misalnya. Karena revolusi adalah produk pemikiran dan peradaban yang berkembang dalam sebuah tatanan masyarakat Barat yang sekuler, masyarakat yang menolak peranan Tuhan dan agama dalam kehidupan sosial mereka, sementara Islam sangat menekankan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan agamanya dalam setiap perilakunya. Dalam setiap gerakannya seorang Muslim dituntut untuk senantiasa mengedepankan nilai-nilai agamanya dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, baik dalam sosial, ekonomi, politik dan lainnya, karena Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, yang akan mengantarkannya menuju kesempurnaan hidup. Itulah sebabnya, ada sebagian cendekiawan Islam yang menolak istilah-istilah yang lahir dari masyarakat Barat seperti revolusi ini, walaupun mengandung unsur kesamaan dalam proses gerakannya dengan yang diajarkan Islam, namun secara filosofis bertentangan. Setiap gerakan dan tindakan dalam Islam harus bersih dari semua unsur-unsur duniawiyah, baik untuk mendapatkan harta, jabatan, keharuman nama, bintang dan sejenisnya. Gerakan dalam Islam hanya dapat diterima apabila disandarkan
4
dengan tujuan hanya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi. Tentu hal ini bertentangan dengan konsep revolusi sekuler yang bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai duniawiyah, karena telah melepaskan agama dari gerakannya. Sementara di dalam Islam sendiri banyak istilah-istilah yang dikemukakan al-Qur’an dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Di dalam al-Qur’an terdapat konsep-konsep yang berhubungan dengan perubahan,
diantaranya adalah konseptaghyir, yang dinyatakan al-Qur’an : Sesungguhnya Allah tidak akan
men-taghyir apa-apa yang ada pada sebuah bangsa, sampailah mereka men-taghyir apa-apa yang ada
pada diri mereka. (QS. 13 : 11). Dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa Rasulullah saw telah
bersabda : Barangsiapa diantara kamu yang melihat kerusakan, maka hendaklah ia men-taghyir dengan
tangannya, jika ia mampu, atau dengan ucapannya jika ia mampu atau dengan hatinya.
Di dalam terminologi bahasa Arab, katataghyir (ghoyyaro-yughoyyiru-taghyiran) dapat diartikan sebagai perubahan atau perombakan. Di dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagaimana dinyatakan di atas, katataghyir dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan perubahan karakter, sifat, keadaan, perilaku, status dan sejenisnya, baik menyangkut pribadi dan masyarakat. Namun dalam hal ini perubahan yang dikehendaki bukan hanya perubahan fisik dan materi semata, karena katama pada ayat di atas mengandung pengertian yang luas dan dalam, baik menyangkut karakter, moral, ekonomi, idiologi perilaku bahkan keadaan kejiwaan, baik emosional, intelektual, spiritual dan lainnya. Perubahan dalam Islam menghendaki perubahan yang totalitas (kaffah) dan didasarkan kepada sebuah tujuan mulia, yaitu untuk mendapatkan keridhaan-Nya dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi. Tentu hal ini berbeda dengan konsep revolusi atau gerakan perubahan apapun yang datangnya dari masyarakat sekuler Barat.
Dengan demikian jelaslah, bahwa gerakan reformasi ataupun revolusi berbeda dengan gerakan taghyir yang dikemukakan Islam, walaupun sama-sama menghendaki terjadinya perubahan dan perombakan dalam masyarakat dan tatanannya secara radikal, fundamental dan konstan, namun semuanya berbeda, baik landasan filosafi, paradigma, metode, maupun tujuan akhirnya. Gerakan perubahan yang dilakukan Muhammad Rasulullah dan para shahabatnya telah memberikan gambaran jelas akan hal ini. Mereka mengadakan perubahan bukan semata- mata untuk menumbangkan rezim dan para tiran semata, namun mereka menggerakkan perubahan untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi dengan cara-cara yang sangat mulia dan agung. Sementara gerakan revolusi yang dilakukan masyarakat Barat penuh dengan intrik dan bertujuan menjatuhkan tiran dan menggantinya dengan tiran baru kaum elit partai yang mengatasnamakan kaum tertindas dan mengenyampingkan moral dalam gerakannya.
5
Jika sangat terpaksa harus mengadopsi sebuah peristilihan Barat, terutama karena keterbatasan kosa kata yang sesuai, maka istilah gerakan perubahan yang dikehendaki masyarakat Islam kontemporer yang mungkin lebih mendekati dengan padanan kata yang dimaksudkan adalahrenaisans(renaissance) yang biasanya di artikan denganre-vival, kebangkitan kembali. Istilah renaisans sendiri sangat populer di kalangan masyarakat Barat, namun memiliki perbedaan konotasi dengan reformasi atau revolusi yang lebih berbau para gerakan politik dan kekuasaan. Renaisans sendiri digunakan masyarakat Barat untuk menandakan era kebangkitan kembali peradaban masyarakat Barat sebagaimana disebutkan RS. Lopez dalam "Still another Renaissance?", The American Historical Review (h.2) "Jika renaisans difahami dalam pengertiannya yang asli sebagai kebangkitan kembali (revival), kelahiran baru, atau memang konsepsi yang baru, tampaknya tidak ada periode dalam sejarah Eropa yang dapat disebut masa renaisans lebih dari abad X". Karena pada kurun inilah masyarakat Eropa mengalami sebuah kebangkitan kembali dalam semua sisi kehidupan, yang dimulai dengan renaisans dalam bidang teologi, idiologi, intelektual, spiritual yang terus menjalan sampai pada dataran pengetahuan, teknologi dan seni, yang pada ahirnya telah melahirkan peradaban Barat modern sekuler seperti yang kita kenal saat ini.
Renaisans Italia, sebagaimana yang ditulis Jacob Burckhardt dalam Die Kultur der
Renaissance in Italien, telah menampakkan sebuah proses kelahiran kembali pengetahuan,
kebudayaan, dan gaya klasik. Itulah sebabnya, istilah "renaisans" telah diperluas pengertiannya hingga mencakup pelbagai kebangkitan dan periode budaya restorasi klasik. Renaisans Barat (seperti Carolingian, Ottonian, abad ke -12, Bizantium) telah berkembang dalam pengertian yang telah diperluas tersebut. Ada tanda-tanda yang sangat jelas bahwa fenomena serupa juga ditemukan pada lingkungan budaya peradaban Islam, yang pada abad ke-10 M menikmati kelahiran kembali warisan klasik dan kebangkitan kembali kebudayaan pada umumnya.
Istilah renaisans juga telah digunakan oleh para intelektual Barat untuk menjelaskan fenomena kebangkitan kembali intelektualisme Islam dalam peranannya mengembangkan peradaban modern, diantaranya seperti yang dikemukakan Adam Mez dalam Die Renaissance
des Islam, yang telah menjelaskan proses gerakan kebangkitan kembali Islam yang mengalami
puncak kegemilangannya pada abad ke 10-12 M. Menurut HR. Gibb, dalam "An Interpetation of Islamic History, Studies on Civilization of Islam, renaisans Islam adalah kegiatan-kegiatan kultural dan intelektual berkembang dalam atmosfer kemakmuran material dan keberagaman dalam keagamaan, serta pencapaian-pencapaiannya yang kreatif memiliki karakter personal (pribadi) dan individual. Sementara E. Panafsky dalam Renaissance and Renascences in Western Art, (h.5)
6
menyatakan bahwa istilah Arab modern untuk "renaisans" adalahnahdha, yang berarti
"kelahiran, kebangkitan".
Joel L. Kraemer dalam Humanism in the Renaissance of Islam, ketika mengkritik pandangan DS. Margoliouth, menyatkan bahwa dalam tradisi Barat istilah "renaisans" berarti menemukan kembali sesuatu yang hilang, tetapi institusi-institusi yang diperbincangkan Mez dalam tradisi Islam lebih merupakan sesuatu yang betul-betul baru ketimbang "ditemukan" kembali. Jadi, ungkapan "renaisans Islam" sesungguhnya layak untuk diperdebatkan dan hal ini akan membawa kita pada suatu pengertian tentang proses kultural yang dialami peradaban Islam pada abad ke-10 M.
Ketika membandingkan antara renaisans dalam peradaban Barat dan Islam, Kreamer menyatakan dalam perbagai variasinya, secara umum Renaisans Barat telah memunculkan kesadaran bahwa zaman baru telah datang-kerap kali difahami sebagai jalan kembali ke masa lalu yang gemilang- dan katarevival (kebangkitan kembali),renovation (perbaikan), danrebirth (kelahiran kembali) dipergunakan untuk mengungkapkan kesan tersebut. Sedangkan dalam lingkungan Islam, perkataan renovasi (perbaikan) dipergunakan untuk pembaruan keagamaan (religious revivication) dan sepanjang yang saya ketahui, kami tidak menemukan istilah dalam pengertian semacam ini dalam konteks renaisans kebudayaan yang menjadi fokus perhatian kami. Akan tetapi kekosongan dalam istilah ini tidak serta merta membuktikan bahwa fenomena tersebut tidak ada. Istilah "renaisans" sendiri, sepanjang kata ini dipergunakan untuk "periode renaisans", pertama kali digunakan secara populer pada abad ke -19 M.
Dalam Renaisans Italia, usaha-usaha persiapan telah dilakukan untuk menghidupkan kembali warisan budaya zaman klasik. Begitu pula halnya yang dilakukan para elite kebudayaan pada masa Renaisans Islam yang berjuang secara sadar untuk mengembalikan warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani kuno. Para filosof Islam percaya bahwa mereka telah memperbarui sebuah warisan yang bersifat kuno sekaligus asli untuk wilayah mereka. Sebab, menurut legenda tertentu yang sering diadopsi oleh para filosof, para filosof Yunani kuno mengambil kebijaksanaan (wisdom) mereka dari Timur Dekat. Empedokles, umpamanya, dikatakan telah belajar kepada Luqman yang Bijak (Lukman Al-Hakim) di Syro-Palestina, pada masa nabi Daud; Pythagoras dilaporkan pernah belajar fisika dan metafisika kepada murid- murid Sulaiman di Mesir, dan belajar geometri dari orang-orang Mesir. Para filosof tersebut membawa kebijaksanaan yang mereka serap dari dunia Timur ke Yunani. Studi filsafat Yunani kuno, dengan demikian, lebih merupakan sebuah renovasi (perbaikan) ketimbang inovasi (penemuan).
7
Renaisans Islam yang rentang waktunya sangat panjang dapat dikatakan telah berlangsung dari abad ke-3H/9M sampai abad ke-4H/10M. Periode ini, yang menurut istilah SD. Goitein disebut sebagai puncak "Intermediate Civilization of Islam", menyaksikan munculnya kelas menengah yang makmur dan berpengaruh, yang memiliki keinginan kuat dan fasilitas yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan dan status sosial, yang memberikan kontribusi dalam pengembangan dan penyebaran kebudayaan kuno. Masyarakat urban, dengan seluruh permasalahannya yang akut-suplai makanan yang kurang, penyakit, ketidakadilan, dan perselisihan- telah menyediakan wadah yang diperlukan bagi usaha-usaha kreatif dan pembebasan diri dari pola-pola dan batasan-batasan tradisional. Mobilitas fisik para saudagar dan sarjana bergandengan tangan dengan mobilitas sosial: individu-individu yang gigih menghancurkan struktur kelas tradisional yang didasarkan pada garis keturunan; pengetahuan, kecerdasan dan bakan dikedepankan sebagai faktor penentu peranan dan status sosial. Selama masa ini, para penguasa dan pejabat negara merupakan patron yang menaruh minat besar terhadap pengetahuan, memanjakan para filosof, ilmuawan, dan sastrawan di istana mereka yang megah......... Masyarakat Islam, menurut G. Levi della Vida, "lebih kosmopolitan daripada masyarakat Yunani dan Romawi yang pernah ada". Puncaknya dicapai pada paruh kedua abad ke-10 di bawah pemerintahan Dinasti Buwaihiyyah di Bagdad dan Iran bagian barat, yang lebih tercerahkan dan toleran. ..... Tidak dapat disangkal bahwa masa Buwaihiyyah merupakan puncak kejayaan periode ini yang dijuluki Adam Mez sebagai "Renaisans Islam", dan hingga batas-batas tertentu bisa dianggap sebagai keunggulan kebudayaan Islam Abad Pertengahan. (lihat bab pendahuluan, Kraemer).
Itulah sebabnya, ketika membicarakan kebangkitan kembali Asia, salah seorang pemimpin Islam terkemuka dari Malaysia, Anwar Ibrahim menggunakan istilah renaisans Asia dalam bukunya yang terkenal Asia Renaissance. Sebagaimana para pemimpin bangsa-bangsa besar dunia, Anwar mengidamkan sebuah kebangkitan kembali Asia sebagai salah satu pusat peradaban, budaya, pengetahuan dan bahkan pusat ekonomi dan politik. Dalam pandangannya, Renaisans Asia adalah merupakan sebuah proses kebangkitan kembali bangsa-bangsa Asia menjadi sebuah entitas yang berpengaruh, bahkan memiliki daya tekan terhadap kekuatan Barat yang sangat dominan, mencengkram bahkan terkadanga memaksakan kehendaknya kepada bangsa-bangsa yang merdeka dan berdaulat. Dengan potensi yang dimilikinya, bangsa-bangsa Asia akan bangkit menjadi kekuatan penyeimbang baru, bahkan mungkin akan menjadi sentra kekuatan baru baik dalam pengembangan peradaban, pengetahuan dan kebudayaan. Untuk memulai sebuah renaisans Asia, Anwar telah menawarkan sebuah dialog peradaban antara elemen-elemen peradaban Asia, baik yang berdasarkan Islam, Konfucius, Budha dan lainnya.
8
Dengan demikian, maka jelaslah perbedaan antara gerakan-gerakan perubahan sosial yang diserukan masyarakat Barat dengan tradisi Islam. Jika perubahan sosial yang dikehendaki masyarakat Barat hanyalah sebatas perubahan-perubahan parsial, namun perubahan dalam tradisi Islam menghendaki adanya perubahan yang lebih fundamental. Hal ini dapat dilihat dari seruan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw kepada para pengikutnya, yang bukan hanya menyerukan sebuah gerakan sosial berdasarkan ekonomi, keturunan, pertarungan klas, militer , intelektualisme ataupun sejenisnya. Tapi perubahan yang diserukan Nabi Muhammad dimulai dari perubahan individual, pemurniaan kepercayaan, pembersihan jiwa dan hati, pengenalan terhadap hakikat diri sebagai manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Gerakan Rasulullah dimulai dari pencerahan rohani, pencerahan jiwa, pencerahan spiritual yang kemudian dilanjutkan dengan pencerahan intelektual, yang berujung pada pencerahan sosial, pencerahan yang telah mentransformasikan nilai-nilai keagungan wahyu Allah kepada kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Itulah sebabnya, masyarakat yang dibina Rasulullah selama 23 tahun dijuluki sebagai "umat terbaik yang dikeluarkan dari sekumpulan manusia", sekumpulan manusia-manusia agung yang telah meletakkan fondasi besar untuk pembangunan sebuah peradaban besar umat manusia. Padahal sebelumnya mereka adalah sekumpulan suku- suku kecil yang terpecah belah, hidup dalam keterbelakangan dan kebodohan serta dibawah kekuasaan Romawi dan Parsi. Mereka bangkit bersama Islam menjadi sebuah umat yang menegakkan keadilan dan menjadi mercusuar peradaban.
Maka demikian pula halnya, jika sebuah bangsa yang telah menjadikan Islam sebagai kepercayaannya, maka hanya cara-cara Islamlah yang akan dapat mengantarkannya kepada kejayaan dan kegemilangan. Bukan dengan cara-cara yang asing dan tidak dikenal Islam. Pelajaran berharga harus diambil dari pemimpin bangsa muslim Turki yang telah menerapkan sekulerisme secara radikal pada tatanan masyarakatnya dengan harapan mendapat kemajuan sebagaimana yang dicapai masyarakat Eropa. Namun kenyataannya, setelah hampir 90 tahun melakukan sekulerisasi dan westernisasi dalam semua lini kehidupannya, bangsa Turki tidak pernah mendapatkan kemajuan yang diidamkannya sebagaimana bangsa-bangsa Eropa. Bahkan bangsa Turki hanya menjadi bangsa muslim terbelakang yang dipertanyakan keislamannya, pada saat yang sama tidak pula menjadi bangsa maju. Sampai saat ini, walaupun idiologi sekulerisme diterapkan, bangsa Turki yang kehilangan identitasnya tidak diperkenankan bergabung dalam persekutuan masyarakat Eropa (EU).
9
Karakteristik Gerakan Renaisans Islami
Karakteristik gerakan renaisans dalam Islam sangat berbeda dengan gerakan-gerakan sejenis yang dilakukan masyarakat Barat. Hakikat gerakan ini dapat diketahui dengan menelusuri kembali karakteristik gerakan perubahan yang telah digerakkan generasi Islam pertama beserta metode yang telah diterapkannya dahulu yang telah melahirkan gerakan perubahan Islam pertama. Mengetahui dan memahami hakikat perubahan Islam gelombang pertama adalah mutlak bagi mereka yang akan menggerakkan kembali perubahan Islam dengan segala karakteristiknya. Menyusun kembali kerangka gerakan perubahan Islam pertama yang telah diterapkan Rasulullah kemudian mengaplikasikannya pada gerakan perubahan Islam di tengah-tengah timbunan peradaban modern, sehingga terwujudlah sebuah dunia baru yang modern dan canggih namun penuh dengan nilai-nilai universal ajaran Islam, sebagai tujuan utama dari gerakan perubahan Islam masa kini.
Gerakan renaisans yang dipimpin Rasulullah, bukan hanya memperkenalkan kembali warisan intelektual ataupun spiritual para utusan Allah sebelumnya, tetapi telah berhasil meluluhlantakkan tatanan masyarakat jahiliyah, menghancurkan sistemnya, memerangi para pendukung dan pemimpinnya, menguasai wilayahnya serta mengusir mereka yang tidak mendukung perubahan dan perombakan total gerakan agung kemanusiaan ini. Di atas tatanan sistem jahiliyah yang pagan dan korup, Rasulullah membangun sistem Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Sistem yang mengutamaan penyembahan terhadap Allah Yang Maha Tunggal Penguasa alam, menyebarkan persaudaraan, persamaan, keadilan, kemakmuran dan kedamaian sejati yang merupakan ciri khas masyarakat utama. Perjuangan heroik Rasulullah dengan para pengikut setianya, para intelektual, saudagar dan klas menengah tercerahkan, yang diikuti oleh sebagaian besar masyarakat klas bawah dan budak dalam menentang para pemimpin dan bangsawan musyrikin adalah perjuangan suci para orang-orang tertindas (al-
Mustad’afin) melawan para penguasa tiran yang ingin mempertahankan kekuasaannya yang
korup dan paganis. Pengorbanan mereka yang agung semata-mata hanya mengharapkan ridho Allah dan mendapatkan syurga yang dijanjikan-Nya, dan bukan semata-mata untuk merebut kekuasaan, yang akan menggantikan tiran lama dengan tiran baru yang hanya menindas rakyat dengan slogan persamaan. Rasulullah dan para shahabatnya berjuang bukan semata-mata memperjuangkan persamaan klas, namun lebih jauh mereka memperjuangkan tegaknya sistem Ilahiyah yang akan menciptakan tatanan masyarakat utama yang penuh dengan kebebasan, persaudaraan, persamaan dan sejenisnya yang berdasarkan pada nilai-nilai agung dan mulia ajaran Islam. Itulah sebabnya mereka berani mengorbankan segala yang dimilikinya untuk menegakkan tatanan masyarakat utama ini, karena perjuangan mereka akan dibalas dengan
10
syurga, sebagai puncak kemenangan seluruh perjuangan kemanusiaan. Syurga di dunia bermakna tertegaknya masyarakat yang adil dan makmur serta aman damai, dan syurga di akhirat adalah pembalasan paripurna dengan kenikmatan yang tiada bandingan dan tidak terbayangkan. Dengan pendekatannya yang khas, Rasulullah telah menyerukan gerakan perubahan total, dan dalam waktu singkat selama 23 tahun, generasi Islam telah berhasil mencapai tujuan utama perjuangannya dengan tegaknya sebuah masyarakat utama yang dipenuhi nilai-nilai keagungan dan berdasarkan ajaran Islam di kota Madinah dan sekitarnya. Kemudian masyarakat utama ini berkembang menjadi sebuah kekuatan baru yang pada akhirnya berhasil membangun peradaban baru dunia yang diakui keberadaannya sampai saat ini.
Gerakan renaisans yang digerakkan Muhammad Rasulullah, bukan hanya sebuah gerakan pencerahan yang parsial-parsial, namun sebuah gerakan renaisans dalam arti yang sesungguhnya, sebuah gerakan renaisans yang menyeleruh, pencerahan yang membangkitkan spiritualitas, intelektualitas bahkan kekuatan fisik bangsa Arab untuk memimpin peradaban dunia dalam semua bidang kehidupan. Mereka memiliki ketinggian spiritualitas tertinggi, membangun kecerdasan intelektualitas yang tiada tandingannya, sehingga mampu mengalahkan filosof manapun dengan kebijaksanaan yang dimilikinya, dan pada saat yang sama mereka dapat menyamai kekuatan tentara-tentara Romawi yang dikalahkannya pada medan-medan pertempuran yang tidak seimbang. Gerakan renaisans yang digerakkan Muhammad Rasulullah dan para shahabatnya adalah sebuah gerakan membangkitkan kembali ajaran-ajaran agung dan mulia para nabi dan utusan Allah terdahulu dengan segala kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya. Ajaran dan peninggalan hikmah serta peradaban yang diberikan Allah kepada Nabi Adam as, Nuh as, Ibrahim as, Musa as dan Isa as serta para nabi dan utusan-Nya. Perbendaraan ajaran Allah dan hikmah kemanusian teragung yang bermuara pada al-Qur'an dan al-Sunnah yang menjadi pegangan utama Islam.
Itulah sebabnya, renaisans Islam dalam arti yang sebenarnya, seperti gerakan yang diserukan Muhammad Rasulullah berbeda dengan renaisans-renaisans yang terjadi pada bangsa dan peradaban manapun di seluruh permukaan bumi ini. Karena renaisans yang diserukan Muhammad saw adalah puncak keagungan dari segala bentuk renaisans yang ada, sebuah gerakan renaisans teragung dan tersempurna yang pernah dilakukan oleh umat manusia sepanjang sejarah keberadaannya di muka bumi. Karena renaisans ini telah melahirkan kebangkitan terbesar kemanusiaan yang pertama dan terahir, yang melahirkan sedemikian banyaknya generasi-generasi agung dengan pencapaian tertinggi dalam bidangnya masing- masing, yang menjadi tonggak dan mercusuar peradaban baru yang mempertemukan
11
peradaban langit dan peradaban bumi, dengan tatanan masyarakat dan kepemimpinannya yang khas. Ke arah manapun pandangan diarahkan, keagungan dan kebesaran masyarakat Islam binaan Rasulullah ini akan terpantul dengan jelasnya. Renaisans Islam pertama ini tidak akan pernah tertandingi, walaupun digerakkan oleh kaum muslimin sekalipun, namun mereka dapat menjadikannya sebagai parameter sebuah renaisans. Keagungan renaisans ini karena dipandu langsung oleh Allah Sang Maha Pencipta, yang berkenan mengatur makhluknya secara langsung dalam kehidupan seharian mereka melalui wahyu-wahyu yang diterima Nabi Muhammad dan disampaikan kepada masyarakatnya.
Muhammad Rasulullah saw memulai gerakan pencerahannya dari dirinya sendiri, sebelum menyerukannya kepada masyarakatnya. Itulah sebabnya beliau benar-benar menjadi pemimpin sejati yang keagungan kepribadiannya tiada tandingannya. Sang Pencipta benar- benar mempersiapkan dan mensucikan jiwa raganya agar menjadi manusia unggul, yang keunggulannya mengalahkan manusia-manusia besar lainnya. Jajarkanlah manusia besar lainnya dihadapan Muhmmad saw, baik dia seorang filosof, negarawan, ahli hikmah, rohaniawan, panglima perang dan lainnya, maka semua manusia besar itu tidak ada artinya sama sekali dihadapan kebesaran dan keagungan Rasulullah saw, seorang pemimpin sekaligus rohaniawan suci, negarawan ulung, filosof agung, panglima perang terbesar dan sekaligus seorang suami dan ayah yang sangat santun serta penyayang, yang kehidupannya sangat sederhana, walaupun beliau mampu membangun istana termegah di muka bumi. Beliau adalah seorang konglomerat sukses yang sangat dermawan dan ringan tangan membantu orang yang kesusahan, seorang yang sangat halus perasaannya, namun tetap menjadi manusia paling tegas dan tegar dalam menegakkan kebenaran yang dibawanya. Jika sebuah gerakan memiliki seorang pemimpin agung seperti Muhmmad saw, maka dapat dibayangkan bagaimana dahsyat gerakan perubahan yang dibawanya. Itulah sebabnya, gerakan perubahan yang diserukannya menjadi gerakan pamungkas dari semua gerakan perubahan yang diserukan umat manusia sepanjang sejarah, baik di Barat maupun di Timur.
Gerakan perubahan sosial yang jika dicari padanannya dalam al-Qur'an, maka akan ditemukan kosa kata dalam bahasa Arab yang biasanya disebutkan sebagaitaghyir (perubahan). Taghyir sendiri dapat diartikan sebagai sebuah perubahan menyeluruh, baik yang menyangkut individu maupun masyarakat, perubahan secara intelektual ataupun spritual, perubahan idiologis maupun tatanan masyarakat dan lainnya. Taghyir sendiri menjadi komponen penting sebuah gerakan renaisans dan memiliki perbedaan dengan segala bentuk reformasi atau revolusi yang dikemukakan ataupun yang dilakukan oleh manusia, baik di Barat maupun di Timur. Pada hakikatnya, taghyir adalah sebuah gerakan perubahan sosial yang memulai gerakan
12
perubahannya dari perubahan individu dan segala sesuatu yang berkaitan dengan individu, perubahan perasaan, emosi, hati, spiritual, karakter, kebiasaan, cita-cita, tujuan dan lainnya. Dari perubahan individu yang tercerahkan dan mengajak individu lainnya inilah diharapkan akan melahirkan sebuah masyarakat utama.
Gerakan renaisans Islami bukan hanya sebuah perjuangan klas, bukan perjuangan sekelompok proletar terhadap kaum berjuis, ataupun bukan perjuangan para revolusiner yang mendambakan kekuasaan atas nama kaum tertindas, bukan perjuangan para buruh yang menginginkan kehidupan sama rata sama rasa ataupun bukan perjuangan para pejuang suatu isme yang akan menggantikan dengan isme lainnya. Gerakan ini tidak identik dengan semua bentuk revolusi di muka bumi ini, karena gerakan renaisans Islam memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan segala bentuk gerakan perubahan, apapun bentuk dan namanya. Gerakan perubahan dalam Islam bukan hanya perjuangan radikal yang memiliki cita- cita pendek dan dangkal yang akan menggantikan satu sistem yang satu dengan sistem lainnya yang sama-sama menindas, ataupun hanya menggantikan penguasa tiran dengan penguasa tiran bentuk lainnya, menggantikan tatanan masyarakat dengan tatanan masyarakat lainnya yang belum terbukti keunggulannya. Namun gerakan ini adalah gerakan perombakan agung yang menyandarkan seluruh keagungannya pada keagungan cita-cita ajaran Islam yang tinggi lagi mulia.
Sebagaimana gerakan perubahan lainnya, renaisans Islam adalah sebuah gerakan dinamis yang akan meluluhlantakkan, mencabut sampai keakar-akarnya, seluruh sistem dalam tatanan masyarakat dan menggantikannya dengan tatanan baru dalam tempo waktu sesingkat- singkatnya dengan cara radikal, ekstrim dan sejenisnya sesuai dengan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Gerakan perubahan dan perombakan yang dikumandangkan Muhammad Rasulullah telah meluluhlantakkan tatanan masyarakat jahiliyah di semenanjung Arab dalam tempo waktu kenabiannya, masyarakat musyrikin jahiliyah dicabut seluruh akar-akar sistemnya dan digantikan dengan tatanan masyarakat Islam yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Dan seluruh gerakan ini dilakukan dalam tempo waktu singkat, sepanjang 23 tahun perjuangan, sejak Rasulullah menyerukan perjuangannya sehingga tertegak masyarakat utama di Madinah. Rasulullah telah menegakkan gerakan perubahannya dengan cara memberikan seruan dakwah, peringatan, merekrut pengikut setia, sampai cara peperangan demi peperangan yang telah mengorbankan para pengikutnya. Dan setiap perubahan memang menghendaki pengorbanan, dan pengorbanan inilah yang akan ditukar dengan kebahagian, baik di dunia dengan tertegaknya masyarakat yang penuh keadilan, kemakmuran dan kedamaian ataupun kesenangan tiada tertandingkan di akhirat kelak sebagaimana dijanjikan al-
13
Qur’an: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah ?. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. ( al-Taubah : 111 )
Pengumandangan kalimat “la ilaha illalah Muhammad Rasulullah”, tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, pada hakikatnya adalah seruan radikal yang akan mencabut segala bentuk tatanan dominan masyarakat jahiliyah dan menggantikannya dengan tatanan masyarakat Islami. Kalimat ini bermakna pembebasan dan pemerdekaan umat manusia terhadap segala bentuk belenggu dominasi sesama makhluknya, baik dominasi itu dilakukan oleh seorang raja, penguasa tiran, bangsawan ataupun pemuka agama ataupun ajaran-ajaran sesat kaum filosof dan idiolog. Kalimat ini menghendaki pengesaan Allah yang bermakna seluruh manusia adalah sama di sisi Tuhan, tidak ada kelebihan satu ras dengan lainnya, tidak ada keutamaan satu bangsa dengan bangsa lainnya, semua manusia berasal dari Adam dan Adam berasal dari tanah. Semua manusia berasal dari tanah sehingga mereka memiliki kesamaan kedudukan dihadapan Tuhannya. Penguasa dan para bangsawan adalah sama kedudukannya dengan para budak dan pekerjanya di sisi Allah Yang Maha Kuasa. Gerakan perombakan keyakinan yang sekaligus perubahan sosial inilah yang ditentang mati-matian oleh masyarakat jahiliyah, terutama para pemimpin dan bangsawannya yang telah mendapat hak- hak keistimewaan secara turun temurun. Namun akhirnya sejarah mencatat bahwa kemenangan berada difihak Rasulullah yang telah menyerukan kebenaran, keadilan dan persamaan serta persaudaraan, walaupun pada awalnya hanya didukung oleh kalangan masyarakat awam dan beberapa bangsawan yang tercerahkan.
Pada hakikatnya seorang nabi, termasuk Nabi besar Muhammad saw dalam gerakannya memadukan dua peranan sekaligus dalam misinya, yaitu peran sebagai seorang nabi yang menerima wahyu dari Allah, yang mendapat bimbingan kebenaran Ilahiyah, yang dengannya akan membimbing umat manusia menuju kebeneraran sejati dan peran seorang pemimpin pergerakan dalam masyarakatnya yang akan mengadakan perubahan-perubahan tatanan sosial secara radikal revolusioner dan mentransfor-masikannya ke dalam sebuah model, pola perilaku, pemikiran, emosi, peradaban, moral yang sesuai dengan kebenaran wahyu yang diterimanya. Para Nabi as tidak hanya disibukkan dengan mengemukakan ajaran-ajaran agung dan mulia kepada para pengikut setianya sebagaimana para filosof agung ditempat-tempat suci mereka yang jauh dari masyarakat, namun pada saat yang sama mereka memimpin pergerakan perjuangan dalam menegakkan keyakinannya, berinteraksi langsung dengan masyarakat jahili
14
dan para pemimpinnya, bahkan mereka langsung memimpin pertarungan bahkan pertempuran bersenjata sebagai panglima besar yang gagah perkasa. Maka dengan demikian seorang Muslim akan bertindak sebagai seorang filosof yang mengembangkan nilai-nilai agung sekaligus sebagai penggerak perubahan sosial dan panglima perang dalam menjalankan aksi perubahan sosialnya.
Perubahan Islami (taghyir) sebagaimana ajaran Islam lainnya adalah ajaran Yang Maha Mengetahui dan Maha Perkasa serta Pencipta alam raya, sehingga gerakan ini bersifat Ilahiyah yang mutlak kebenarannya dengan segala konsep dan metode yang menyertainya. Keilahiyahan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw terpancar dalam ajaran gerakan perubahan Islam yang penuh kesucian dan keagungan yang membedakannya dengan segala bentuk revolusi manusiawi yang penuh pertentangan, intrik, penyelewengan, haus kekuasaan, kekerasan dan sejenisnya. Demikian pula gerakan perubahan dalam Islam adalah seperti gerakan agung yang telah digerakkan oleh para Nabi agung yang telah menumbangkan penguasa-penguasa tiran-diktator terdahulu seperti gerakan Nabi Ibrahim as yang telah menentang Raja Namrud, Nabi Musa as yang telah menumbangkan Fir’aun, ataupun Nabi Isa as yang menentang dominasi Imperialis Romawi yang serakah. Semua gerakan perubahan yang digerakkan para Nabi ini memiliki karakteristik yang sama, yaitu karakteristik keilahiyahannya, gerakan perubahan yang menyeru kepada Penyembahan terhadap Allah Yang Maha Tunggal dan membangun masyarakat dengan tatanannya. Sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan)
“sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut. ( al-Nahl : 36).
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya “bahwasanya tidak ada Ilah (Tuhan) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu akan Aku.(al-
Anbiya : 25)
Katakanlah : “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Robbku pada jalan yang lurus, yaitu dien yang benar, dien Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Katakanlah :”Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Robb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. Katakanlah :”Apakah aku akan mencari Robb selain Allah, padahal Dia adalah Robb bagi segala sesuatu. (al-An’am : 161-164)
Tujuan utama gerakan perubahan dalam Islam adalah sama dengan gerakan perubahan yang telah diserukan oleh para Nabi, yaitu menjadikan umat manusia sebagai penyembah Allah Yang Maha Tunggal dan menjauhi Thaghut. Thaghut dalam pengertian luasnya dapat diartikan sebagai segala bentuk sesembahan selain dari Allah, seperti Tuhan-tuhan berhala, dewa, dukun, raja zalim, pemimpin tiran dan sejenisnya. Seruan perubahan sosial dalam Islam pada
15
hakikatnya adalah pembebasan manusia secara paripurna terhadap segala bentuk dominasi Thaghut, sehingga manusia menjadi makhluk yang bebas merdeka dan hanya menyerahkan kemerdekaannya kepada kekuasaan Yang Maha Mutlak saja, yaitu Allah Pencipta alam raya ini, dan bukannya menyerahkannya kepada raja zalim, pemimpin tirani-diktator, kaum berjouis, para dukun dan pemimpin agama dan sejenisnya yang akan membelenggu kemerdekaan dan kebebasan mereka. Hanya dengan menyerahkan kemerdekaan dan kebebasan kepada Yang Maha Mutlaklah manusia akan mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan sejatinya. Gerakan perubahan Islam dengan pendekatannya yang khas telah menyerukan kemerdekaan dan kebebasan ini kepada masyarakat Makkah sehingga pemimpinnya, Muhammad Rasulullah berhadapan dengan para penguasa dan bangsawannya yang tetap ingin mempertahankan dominasinya terhadap masyarakat awam. Pada akhirnya kemenangan tetap pada pihak yang benar, pihak yang menyerukan keadilan, kebebasan, persaudaraan dan keamanan. Sebagaimana yang digambarkan al-Qur’an terhadap kemenangan perjuangan Musa as yang mengalahkan Fir’aun dan bangsawannya yang telah mengeksploitasi mereka;
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang- orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.(al-
Qoshosh : 3-6)
Gerakan perubahan yang dilakukan orang-orang yang tertindas akan selalu mendapatkan kemenangan terhadap para penindas, karena Yang Maha Kuat selalu akan membela mereka yang memperjuangkan hak-haknya. Sejarah telah membuktikannya, gerakan perubahan yang dipimpin Nabi Ibrahim as akhirnya dapat mengalahkan kedurjanaan Raja Namrud, demikian pula Nabi Musa akhirnya mengalahkan keangkuhan Fir’aun dan Nabi Muhammad saw mengalahkan kecongkakan para pemimpin dan bangsawan Musyrikin dan Kafirin di Makkah. Dan ketentuan ini akan terus terjadi di mana dan kapanpun sampai bumi ini menghembuskan nafas terakhirnya kelak. Demikian pula gerakan perubahan dalam Islam adalah gerakan yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai khalifah (wakil) Allah di muka bumi, gerakan yang akan menempatkan manusia pada posisi dan maksud diciptakannya di atas bumi. Semua manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, di sisi
16
Tuhannya mereka sama kedudukannya, tidak ada keutamaan seorang yang berbangsa Arab dengan seorang yang berbangsa Afrika, tidak ada keutamaan seorang yang keturunan raja dan bangsawan dengan seorang yang berketurunan hamba dan pekerja. Semua manusia sederajad disisi Tuhannya, dan yang membedakannya adalah kedekatan mereka dengan Tuhannya. Sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengetahui tentangmu. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurat : 13)
Itulah sebabnya Islam akan memerangi segala bentuk penindasan manusia terhadap manusia lainnya, bagaimana bentuk dan namanya. Karena penindasan dan dominasi manusia atas manusia lainnya adalah bertentangan dengan tujuan diciptakannya manusia di muka bumi. Hal ini juga berarti bahwa gerakan perubahan dalam Islam adalah gerakan perubahan untuk seluruh umat manusia, karena Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan ajarannya yang agung dan mulia Islam akan menggerakkan sebuah perubahan total kemanusian yang akan menciptakan sebuah tatanan sosial yang tegas atas dasar Iman kepada Allah Yang Tunggal, persaudaraan, persamaan, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya;
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang yang ingkar, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang ingkar. (al-Fath : 29).
Gerakan perubahan Islam adalah sebuah misi suci dan agung, itulah sebabnya hanya dapat digerakkan oleh mereka yang memiliki kebersihan jiwa, kecerahan intelektual dan memiliki keberanian super. Karena gerakan perubahan, bagaimanapun bentuknya memerlukan manusia-manusia unggul untuk menggerakkannya, sebagaimana keagungan para Nabi dan Rasul yang telah berhasil gilang gemilang menggerakkan perubahan Ilahiyah dan menumbangkan para tirani serta mengubah tatanan mereka. Apalagi gerakan perubahan dalam Islam adalah gerakan yang memiliki keterkaitan dengan Allah dan hari pembalasan kelak yang merupakan amanah kemanusiaan yang akan dipertanggungjawabkan. Dan gerakan ini hanya dapat diemban oleh mereka yang telah mengikhlaskan perjuangannya semata-mata karena Allah, dan bukannya diembel-embeli oleh keinginan-keinginan rendah duniawi yang akan
17
menggantikan kekuasaan para tirani dengan mengatasnamakan perjuangan rakyat, ataupun para pemburu harta yang akan menggantikan kedudukan para berjouis dengan mengatasnamakan para rakyat tertindas.
Mereka yang akan menggerakkan perubahan dalam Islam dituntut untuk merombak diri mereka sendiri terlebih dahulu sebelum tampil ke gelanggang perjuangan sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah saw. Sebelum beliau tampil menyerukan perjuangan sucinya, Rasulullah mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pemimpin besar, dan setelah beliau siap, Allahpun mewahyukan ajaran-ajaran mulia yang akan membentuk beliau sebagai seorang pemimpin perubahan. Maka gerakan perubahan dalam Islam dimulai dengan perombakan kejiwaan para pelakunya masing-masing, membersihkan jiwa dan pemikiran dari berbagai bentuk kesyirikan dan kekafiran sehingga didapatkan jiwa dan fikiran yang bersih. Kebersihan jiwa bermakna mereka adalah orang yang berjuang semata-mata mengharapkan ridha Allah semata, memiliki ketergantungan dan hubungan yang kuat dengan-Nya. Hidup dan matinya disandarkan sepenuhnya kepada Tuhan seru sekalian alam.
Dalam melakukan gerakan perubahan pada masyarakatnya, para Nabi dan Rasul memiliki tingkatan-tingkatan dalam pelaksanaannya sebagaimana yang diajarkan Tuhan-Nya kepada mereka, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Sebagaimana telah Kami turunkan Rasul kepadamu, yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu, mensucikan kamu, mengajarkan kepada kamu al-Kitab dan al-Hikmah dan mengajarkan apa- apa yang belum kamu ketahui. (al-Baqarah : 151)
Berdasarkan pada ayat di atas, maka proses perubahan yang diajarkan al-Qur’an
memiliki sistematika :
-
Membacakan ayat-ayat Allah (Proses Tabligh)
-
Mensucikan (Proses Tazkiyah)
-
Mengajarkan tentang al-Qur’an dan al-Hikmah (Proses Taklim)
-
Mengajarkan mereka apa-apa yang belum mereka ketahui (Proses Ta’dib)
Jadi dalam melaksanakan gerakan perubahan pada masyarakatnya, para Nabi dan Rasul telah
melaksanakan melalui tingkatan-tingkatan, yaitu tabligh, tazkiyah, taklim dan ta’dib.
- Proses Tabligh
Proses tabligh adalah proses menyerukan kepada manusia agar mau mengikuti ajaran- ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan berbagai cara dan kaidah berdasarkan ayat-ayat Allah dan sabda Nabi. Para Nabi dan Rasul senantiasa memulai gerakannya dengan menyeru kepada masyarakat agar mau mengikuti ajarannya sebagaimana yang telah diwahyukan Allah
18
kepadanya. Ayat-ayat Allah adalah yang termaktub dalam kitab-Nya di al-Qur’an ataupun ayat- ayat Allah yang banyak terdapat dalam seluruh phenomena kehidupan manusia, bahkan dalam diri manusia itu sendiri. Demikian pula halnya dengan gerakan taghyir harus dimulai dengan seruan kepada masyarakat agar mau mengikuti gerakan perubahan yang akan dijalankan. Masyarakat harus mengetahui visi, misi, karakteristik, tujuan, hakekat dari gerakan perubahan yang akan dijalankan dan diharapkan dengan demikian mereka akan menjadi salah satu pendukungnya, sebagaimana masuk Islamnya para pengikut Rasulullah yang kemudian menjadi para pembela Islam. Proses penyeruan ini harus dilakukan dengan cara-cara yang agung dan mulia, tidak seperti gerakan-gerakan lainnya yang mengutamakan janji-janji duniawi, karena gerakan ini adalah gerakan yang agung dan mulia, untuk menegakkan sebuah keagungan dan kemulian dan hanya dapat dilakukan tentu oleh orang-orang yang memiliki watak yang agung dan mulia.
- Proses Tazkiyah
Setelah sebagian masyarakat yang diseru mau mengikuti gerakan perubahan, maka proses selanjutnya adalah proses tazkiyah, yaitu mereka disucikan dari segala bentuk unsur- unsur negatif yang akan mengganggu perjuangan mereka. Para Nabi dan Rasul adalah sebaik- baik manusia yang telah diajarkan bagaimana mensucikan manusia dari segala bentuk kejahatan, baik kemusyrikan, kekafiran, kemunafikan, kejahatan, dan sejenisnya. Pensucian hati, jiwa dan fikiran dari segala bentuk nilai-nilai kejahiliyahan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya. Sebuah misi yang suci hanya terletak di tempat yang suci pula, seperti nilai-nilai keagungan Islam yang suci hanya dapat bersemayang di dalam jiwa-jiwa yang suci pula. Itulah sebabnya sebelum mereka menerima nilai-nilai suci perjuangan mereka harus melalui tahapan pensucian dan pembersihan dari segala bentuk kekotoran dan kejahatan. Di dalam Islam, proses pensucian jiwa dan fikiran melalui sarana-sarana yang telah ditetapkan, baik berupa solat, puasa, zakat, haji, shodakah, zikir, jihad dan lainnya yang kesemuanya akan membersihkan jiwa dan fikiran.
- Proses Taklim
Setelah para pengikut dan kader gerakan Islam melakukan pembersihan, baik hati, jiwa, fikiran dan fisiknya sesuai dengan ukuran yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya, maka mereka telah siap menerima ajaran-ajaran agung dan mulia yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Hati dan jiwa yang telah bersih dengan mudah akan menerima ajaran-ajaran mulia yang akan merubah tatanan masyarakat. Demikian pula manusia-manusia bersih dengan
19
mudah akan dapat melaksanakan ajaran-ajaran yang diberikan kepadanya, mengamalkan pengetahuan yang telah diperolehnya sebagai landasan utama dalam membangun manusia dan masyarakat unggul. Proses taklim lebih merupakan sebuah penanaman nilai-nilai keyakinan kepada Sang Pencipta dan keagungan ajaran-Nya yang dibawakan oleh Nabi besar-Nya. Al- Qur’an dan al-Hikmah akan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan hidup, kesempurnaan spiritualitas dan keyakinan sebagai modal utama manusia dalam membangun peradaban baru.
- Proses Ta’dib
Proses ta’dib adalah proses mulai berdirinya sebuah tatanan masyarakat dengan sistem dan nilai-nilai agung yang terkandung di dalamnya. Setelah masyarakat memiliki kesiapan mental spiritual dalam mengembangkan sebuah peradaban, maka para pemimpin perubahan akan mengarahkannnya membangun sebuah peradaban baru berdasarkan pada ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Hal inilah yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, setelah mereka memiliki sekumpulan masyarakat yang bersih jiwa raganya, memahami pesan-pesan agamanya, maka dikembangkan sebuah peradaban baru yang akan membangun dunia baru yang telah berhasil menjadi penghubung peradaban klasik dengan peradaban modern.
Demikianlah konsep yang senantiasa dibawa oleh para Nabi dan Rasul dalam membangun sebuah tatanan baru dalam masyarakatnya dan hal inilah yang harus dilakukan oleh mereka yang akan merubah masyarakatnya sepanjang masa. Maka konsep ini dapat pula diterapkan kepada masyarakat manapun yang akan membangun sebuah tatanan mansyarakat baru yang berdasarkan kepada keridhoaan Allah. Dalam proses penegakan masyarakat utama ini, akan terjadi pergesekan-pergesekan dengan kekuatan-kekuatan yang anti, bahkan peperangan demi peperangan sebagaimana yang telah dialami para Nabi dan Rasul yang berjuang membebaskan dan membangun masyarakatnya, dan hal ini akan menjadi salah satu sarana yang akan menguatkan terbentuknya masyarakat utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar